Minggu, 17 Januari 2016

"Ajari Buat Lampion, Hasil Karya Sampai Singapura"


KREATIF: Beberapa anak jalanan sedang asyik membuat lampion sebagai kegiatan positif yang tengah mereka jalani, kemarin. (EKO WAHYU BUDIYANTO/JAWA POS RADAR SEMARANG)


RATUSAN, bahkan ribuan anak jalanan bertebaran di kota-kota besar, termasuk Kota Semarang. Beragam program pemerintah berjudul pengentasan anak jalanan, seolah tak bertaji. Jumlah anak jalanan semakin bertambah tahun, bukannya berkurang, pertambahannya seolah sulit dibendung.

Prihatin atas kondisi tersebut, lima mahasiswa Politeknik Negeri Semarang (Polines) mencoba melakukan pendampingan dan pemberdayaan, dengan memberikan edukasi tentang wirausaha. Dengan harapan, anak jalanan memiliki kemampuan berwirausaha sehingga bertekad mentas dari jalanan, sehingga jumlah anak jalanan semakin berkurang.
Kelima mahasiswa kreatif tersebut antara lain, Sarinta Fitriani mahasiswa semester 5 jurusan Akuntansi, Nurfitriana Kusumawardani mahasiswa semester 3 jurusan Akuntansi, Dwi Sulistryono mahasiswa semester 5 jurusan Teknik Mesin, Ardi Firmansyah mahasiswa semester 5 jurusan Teknik Elektro, dan Dewi Yuli Setyowati mahasiswa semester 5 jurusan Akuntansi.

”Kita tahu di Kota Semarang banyak anak jalanan baik itu di pusat-pusat kota maupun di pinggiran kota. Kami awalnya melakukan survei di Simpang Lima, ada beberapa anjal jumlahnya lebih dari 10 orang. Kegiatan mereka cuma ngamen, ngemis, dan semua itu kurang produktif,” tutur Sarinta, Jumat (16/10) kemarin.
Melihat hal tersebut, kelima mahasiswa tersebut ingin mengalihkan apa yang dilakukan oleh anjal menjadi lebih kreatif. Karena itu, mereka dilatih membuat lampion dari balon karet yang dililitkan benang.

”Kenapa lampion? Karena bikinnya mudah dan mereka bisa membuat dengan santai dan asyik. Kami melakukan pendekatan dengan mereka sejak awal Januari 2015, Februari baru bertemu bareng-bareng sama anjal. Kemudian kami menjelaskan ke mereka. Hingga sekarang setiap hari Jumat dan Minggu, kami selalu mendampingi mereka membuat lampion,” ujarnya.
Lampion tersebut nantinya akan dijual secara online. Bahkan, lampion berbentuk karakter-karakter tokoh dalam film kartun tersebut sudah terjual sampai Singapura. Saat ini di dalam negeri sendiri juga banyak pesanan.

”Respons anak jalanan sangat bagus. Bahkan, beberapa dari mereka yang ada di luar Simpang Lima juga ada yang ikut. Kami menargetkan pada tahun 2016 mulai mem-branding lampion sebagai programnya anak jalanan di Semarang,” ungkapnya.
Hingga kini sebanyak 25 anak jalanan sudah bergabung dalam kegiatan kreatif. Umur dari anjal yang bergabung dalam kegiatan tersebut cukup variatif yaitu dari 5 hingga 20 tahun.
”Kendalannya melakukan pendampingan anak jalanan, terkadang mereka sibuk dengan duniannya. Sehingga saat dilatih membuat lampion, ada rasa tidak mau mengikuti. Jadi kami selalu mengadakan pendekatan kepada mereka,” katanya.

Dwi menambahkan pendekatan tersebut antara lain dilakukan dengan mengajak anjal bermain terlebih dahulu. Setelah itu, baru mengajaknya membuat lampion. Proses pendekatan Januari 2015 sampai Juli, selama 6 bulan.
”Metode pendekatannya, tidak selalu membuat lampion terus. Tapi sering menggelar acara hiburan seperti berwisata ke Bonbin Mangkang. Sehingga anak-anak bisa berbaur dengan kami,” tuturnya.

Alhasil ketika ia bersama teman mahasiswa yang lain mengajari anjal membuat lampion, lebih bisa diterima. Saat ini dalam sehari, mereka dapat memproduksi sebanyak 1 lampion.
”Lampion sendiri, alasnya dari balon udara yang ditiup. Kemudian permukaan balon tersebut diberikan lem kayu. Setelah itu dikeringkan selama 12 jam. Sebelumnya dililit dengan benang sampai balon tertutup dengan benang,” katanya.

Target waktu pemberdayaan sampai 2017. Akan dilaksanakan juga ekspo lampion. Sebelum itu dilaksanakan, pihaknya merencanakan melakukan pendekatan dengan Dinas Sosial.
”Tentu nantinya Dinas Sosial mau mendanai atau tidak, kami belum tahu. Kemarin ada salah satu organisasi yaitu One Day One Thousand, bersedia membantu untuk pembiayaan. Karena mereka sangat setuju dengan program ini dalam mengurangi jumlah anak jalanan di Kota Semarang,” katanya.

Sementara itu, dosen pendamping kegiatan tersebut, Khairul Saleh mengatakan mahasiswa dapat berlatih untuk memiliki kepedulian terhadap permasalahan yang ada di masyarakat. Menurutnya, selama ini mahasiswa hanya bersifat individualis karena sering dikurung di kamar kos.

”Karena itu, agar memiliki kemampuan untuk merumuskan masalah yang ada di masyarakat, harus ikut serta dalam memecahkan masalah tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dengan mendampingi anak jalanan, mahasiswa bisa melihat bagaimana anak jalanan tersebut mengalami perubahan hidup dan perubahan pola pikir. Mahasiswa sekarag tidak berfikir bagaimana masa depannya, selain itu kebanyakan acuh-tak acuh terhadap fitrahnya,” ujarnya. (*/ida/ce1)



0 komentar:

Posting Komentar